Jumat, 27 Juli 2012

Mengingat Sang Maut

Tak ada seorang pun di muka bumi ini, baik muslim ataupun kafir, yang mengingkari adanya maut. Di mana pun kita berada kita tidak akan bisa mengelak darinya. Meski kita berlindung ke dalam sebuah bangunan kokoh yang menjulang dilengkapi dengan pengawalan sekuriti yang serba canggih, tetap tidak akan bisa menolak datangnya maut. Tidakkah kita perhatikan firman Allah l:
“Di mana pun kalian berada niscaya maut akan menjumpai kalian, meskipun kalian berada di dalam benteng kokoh yang menjulang.” [Q.S. An-Nisa`:78].
Inilah kematian, datang memotong segala kelezatan dunia yang fana lalu meninggalkan rasa sesal, kenapa tidak dari dulu beramal, kenapa tidak dari dulu bertaubat.  Maka dari itu, Rasulullah ` memerintahkan kita untuk banyak mengingat kematian sebagaimana dalam sabda beliau yang artinya, “Perbanyaklah untuk mengingat pemotong kelezatan, yakni kematian.” [H.R. At-Tirmidzi, An-Nasa`i, dan Ibnu Majah dari shahabat Abu Hurairah z, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani t].
Allah l juga berfirman dalamsuratAl-Mu`minun:
“Hingga ketika datang kematian kepada salah seorang dari mereka, dia pun mengatakan, ‘Wahai Rabbku, kembalikanlah aku. Agar aku beramal shalih pada apa yang aku tinggalkan.’ ‘Sekali-kali tidak, hal itu hanyalah sebuah kata yang dia katakan.’ Dan di belakang mereka ada pembatas hingga hari dibangkitkan.” [Q.S. Al-Mu`minun:99-100].
Maut Yang Sering Terlupa
Kebanyakan kita sering melupakan kematian yang pasti akan mendatangi. Kekayaan dan kesuksesan kadang membuat lupa dan lalai bahwa kita tidak selamanya hidup di dunia. Tak jarang, hidup pun kita isi dengan hal-hal yang sedikit manfaatnya. Padahal, setiap detik waktu ini adalah bahan untuk kehidupan akhirat kita. Jika waktu kita ini dipergunakan dengan baik, akhirat pun akan baik, demikian sebaliknya. Sungguh benar ucapan Imam Asy-Syafi’i t, “Waktu adalah pedang, jika engkau bisa memotongnya, maka engkau selamat, jika tidak, dia akan memotongmu.” (dikutip dalam Ad-Da` wad Dawa`, karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah t)
Demikianlah, waktu merayap sedikit demi sedikit menuju ajal yang telah ditentukan. Seorang yang beriman akan menggunakan waktunya demi ketaatan kepada Allah l sebagai persiapan kematian yang akan dia hadapi. Orang yang seperti inilah orang yang cerdas. Rasulullah ` pernah ditanya oleh para shahabat, “Wahai Rasulullah `, siapakah mukmin yang paling cerdas?” Beliau ` pun menjawab yang artinya, “Yang paling banyak mengingat mati dan paling bagus pe
rsiapannya untuk itu. Merekalah orang yang paling cerdas.”
[H.R. Ibnu Majah dari shahabat Ibnu Umar c, hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani t].
Maka, syariat ini pun menganjurkan kita untuk banyak-banyak mengingat maut. Banyak ayat di dalam Al-Quran yang mengingatkan kita akan kepastian datangnya maut. Rasulullah ` juga membolehkan umatnya untuk menziarahi kuburan dengan satu tujuan, mengingat maut. Dalam sebuah hadits Rasulullah ` bersabda yang artinya, “Dahulu aku larang kalian untuk menziarahi kuburan, maka sekarang ziarahilah kuburan karena hal itu bisa mengingatkan kalian pada kematian.” [H.R. Muslim].
Rasulullah ` juga menganjurkan kita untuk menjenguk orang yang sakit serta mengikuti penguburan jenazah dengan tujuan yang sama, yakni mengingat kematian. Rasulullah ` bersabda yang artinya, “Jenguklah orang sakit dan ikutilah penguburan jenazah karena itu akan mengingatkan kalian pada akhirat.” [H.R. Ahmad, Al-Bazzar, dan Ibnu Hibban dari Abu Sa’id Al-Khudri z, Syaikh Al-Albani mengomentari hadits ini, “Hasan Shahih”].
Mengingat maut akan membawa manfaat yang banyak. Orang yang mengingat maut niscaya tidak bermuluk-muluk dalam berangan-angan. Dia cukup dengan pemberian Allah l pada dirinya. Selain itu, dia akan merasa bersemangat ketika beribadah kepada Allah l. Ad-Daqqaq t mengatakan, “Barangsiapa banyak mengingat maut akan dimuliakan dengan tiga perkara: mempercepat taubat, qalbu yang qana’ah, dan semangat dalam beribadah. Dan barangsiapa lupa dengan kematian, dia akan dihukum dengan tiga perkara: menunda taubat, tidak ridha dengan rezeki yang cukup, dan malas dalam beribadah.”
Hakikat Kematian
Pembaca, wajib kita ketahui bahwa kematian ini bukanlah akhir dari segalanya. Justru, inilah awal kehidupan kita yang sebenarnya. Kematian ini sejatinya adalah proses perpindahan dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya, kehidupan yang kekal, kehidupan akhirat.
Seorang mukmin justru merasakan senang jika kematian menjemputnya. Hal ini karena, kehidupan adalah sebuah penjara baginya, yang mencegahnya dari berbagai macam kelezatan hakiki. Berbeda dengan orang kafir, mereka justru akan merasa kehilangan dengan datangnya kematian, hal ini karena dunia merupakan surga bagi mereka. Tidakkah kita perhatikan sabda Rasulullah ` berikut ini:
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ
“Dunia adalah penjara bagi seorang mukmin dan surga bagi orang kafir.” [H.R. Muslim dari Abu Hurairah z].
Seorang muslim merasa rindu untuk bertemu dengan cinta sejatinya, Rabbul ‘alamin l. Maka dari itu, ketika kehidupan dunia merupakan penghalang untuk bertemu dengan-Nya, dia pun merasa senang dengan berlalunya peristiwa ini. Dia terus menunggu datangnya kematian dengan melakukan ketaatan kepada Allah k. Namun, dia tidak meminta kematian karena Allah l melarang hal tersebut dalam sabda Nabi-Nya yang maknanya, “Janganlah seseorang dari kalian mengangankan datangnya kematian karena bisa jadi dia adalah seorang yang baik kemudian bertambah kebaikannya atau dia adalah seorang yang buruk kemudian dia bertaubat kepada Allah l.” [H.R. Al-Bukhari]. Dan dinyatakan dalam riwayat lain, “Janganlah salah seorang dari kalian mengangankan datangnya kematian dan jangan berdoa meminta didekatkan ajal sebelum datangnya. Karena jika seorang dari kalian meninggal, terputuslah amalannya. Dan sungguh, tidaklah bertambah umur seorang mukmin kecuali menambah kebaikan.” [H.R. Muslim].
Inilah kematian yang kelak akan memotong angan dan impian kita di dunia dan menggantikannya dengan kehidupan hakiki yang kekal di akhirat. Semoga kita termasuk dari orang-orang cerdas yang mempersiapkan segala sesuatunya sebelum kematian menjelang. Sehingga, ketika kematian menjemput kita -beberapa tahun, bulan, minggu, hari, atau bahkan beberapa menit yang akan datang- kita telah siap untuk dimintai pertanggungjawaban atas nikmat hidup yang telah diberikan kepada kita. Amin ya mujibas sa`ilin. Allahu a’lam bish shawab. (Abdurrahman)
Sebarkan :

0 komentar:

Posting Komentar