“Di mana pun kalian berada niscaya maut akan menjumpai kalian, meskipun kalian berada di dalam benteng kokoh yang menjulang.” [Q.S. An-Nisa`:78].
Inilah kematian, datang memotong segala
kelezatan dunia yang fana lalu meninggalkan rasa sesal, kenapa tidak
dari dulu beramal, kenapa tidak dari dulu bertaubat. Maka dari itu,
Rasulullah ` memerintahkan kita untuk banyak mengingat kematian
sebagaimana dalam sabda beliau yang artinya, “Perbanyaklah untuk mengingat pemotong kelezatan, yakni kematian.” [H.R. At-Tirmidzi, An-Nasa`i, dan Ibnu Majah dari shahabat Abu Hurairah z, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani t].
Allah l juga berfirman dalamsuratAl-Mu`minun:
“Hingga ketika datang kematian
kepada salah seorang dari mereka, dia pun mengatakan, ‘Wahai Rabbku,
kembalikanlah aku. Agar aku beramal shalih pada apa yang aku
tinggalkan.’ ‘Sekali-kali tidak, hal itu hanyalah sebuah kata yang dia
katakan.’ Dan di belakang mereka ada pembatas hingga hari dibangkitkan.” [Q.S. Al-Mu`minun:99-100].
Maut Yang Sering Terlupa
Kebanyakan kita sering melupakan
kematian yang pasti akan mendatangi. Kekayaan dan kesuksesan kadang
membuat lupa dan lalai bahwa kita tidak selamanya hidup di dunia. Tak
jarang, hidup pun kita isi dengan hal-hal yang sedikit manfaatnya.
Padahal, setiap detik waktu ini adalah bahan untuk kehidupan akhirat
kita. Jika waktu kita ini dipergunakan dengan baik, akhirat pun akan
baik, demikian sebaliknya. Sungguh benar ucapan Imam Asy-Syafi’i t,
“Waktu adalah pedang, jika engkau bisa memotongnya, maka engkau selamat,
jika tidak, dia akan memotongmu.” (dikutip dalam Ad-Da` wad Dawa`, karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah t)
Demikianlah, waktu merayap sedikit demi
sedikit menuju ajal yang telah ditentukan. Seorang yang beriman akan
menggunakan waktunya demi ketaatan kepada Allah l sebagai persiapan
kematian yang akan dia hadapi. Orang yang seperti inilah orang yang
cerdas. Rasulullah ` pernah ditanya oleh para shahabat, “Wahai
Rasulullah `, siapakah mukmin yang paling cerdas?” Beliau ` pun menjawab
yang artinya, “Yang paling banyak mengingat mati dan paling bagus pe
rsiapannya untuk itu. Merekalah orang yang paling cerdas.” [H.R. Ibnu Majah dari shahabat Ibnu Umar c, hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani t].
rsiapannya untuk itu. Merekalah orang yang paling cerdas.” [H.R. Ibnu Majah dari shahabat Ibnu Umar c, hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani t].
Maka, syariat ini pun menganjurkan kita
untuk banyak-banyak mengingat maut. Banyak ayat di dalam Al-Quran yang
mengingatkan kita akan kepastian datangnya maut. Rasulullah ` juga
membolehkan umatnya untuk menziarahi kuburan dengan satu tujuan,
mengingat maut. Dalam sebuah hadits Rasulullah ` bersabda yang artinya, “Dahulu
aku larang kalian untuk menziarahi kuburan, maka sekarang ziarahilah
kuburan karena hal itu bisa mengingatkan kalian pada kematian.” [H.R. Muslim].
Rasulullah ` juga menganjurkan kita
untuk menjenguk orang yang sakit serta mengikuti penguburan jenazah
dengan tujuan yang sama, yakni mengingat kematian. Rasulullah ` bersabda
yang artinya, “Jenguklah orang sakit dan ikutilah penguburan jenazah karena itu akan mengingatkan kalian pada akhirat.” [H.R. Ahmad, Al-Bazzar, dan Ibnu Hibban dari Abu Sa’id Al-Khudri z, Syaikh Al-Albani mengomentari hadits ini, “Hasan Shahih”].
Mengingat maut akan membawa manfaat yang
banyak. Orang yang mengingat maut niscaya tidak bermuluk-muluk dalam
berangan-angan. Dia cukup dengan pemberian Allah l pada dirinya. Selain
itu, dia akan merasa bersemangat ketika beribadah kepada Allah l.
Ad-Daqqaq t mengatakan, “Barangsiapa banyak mengingat maut akan
dimuliakan dengan tiga perkara: mempercepat taubat, qalbu yang qana’ah,
dan semangat dalam beribadah. Dan barangsiapa lupa dengan kematian, dia
akan dihukum dengan tiga perkara: menunda taubat, tidak ridha dengan
rezeki yang cukup, dan malas dalam beribadah.”
Hakikat Kematian
Pembaca, wajib kita ketahui bahwa
kematian ini bukanlah akhir dari segalanya. Justru, inilah awal
kehidupan kita yang sebenarnya. Kematian ini sejatinya adalah proses
perpindahan dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya, kehidupan yang
kekal, kehidupan akhirat.
Seorang mukmin justru merasakan senang
jika kematian menjemputnya. Hal ini karena, kehidupan adalah sebuah
penjara baginya, yang mencegahnya dari berbagai macam kelezatan hakiki.
Berbeda dengan orang kafir, mereka justru akan merasa kehilangan dengan
datangnya kematian, hal ini karena dunia merupakan surga bagi mereka.
Tidakkah kita perhatikan sabda Rasulullah ` berikut ini:
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ
“Dunia adalah penjara bagi seorang mukmin dan surga bagi orang kafir.” [H.R. Muslim dari Abu Hurairah z].
Seorang muslim merasa rindu untuk bertemu dengan cinta sejatinya, Rabbul ‘alamin
l. Maka dari itu, ketika kehidupan dunia merupakan penghalang untuk
bertemu dengan-Nya, dia pun merasa senang dengan berlalunya peristiwa
ini. Dia terus menunggu datangnya kematian dengan melakukan ketaatan
kepada Allah k. Namun, dia tidak meminta kematian karena Allah l
melarang hal tersebut dalam sabda Nabi-Nya yang maknanya, “Janganlah
seseorang dari kalian mengangankan datangnya kematian karena bisa jadi
dia adalah seorang yang baik kemudian bertambah kebaikannya atau dia
adalah seorang yang buruk kemudian dia bertaubat kepada Allah l.” [H.R. Al-Bukhari]. Dan dinyatakan dalam riwayat lain, “Janganlah
salah seorang dari kalian mengangankan datangnya kematian dan jangan
berdoa meminta didekatkan ajal sebelum datangnya. Karena jika seorang
dari kalian meninggal, terputuslah amalannya. Dan sungguh, tidaklah
bertambah umur seorang mukmin kecuali menambah kebaikan.” [H.R. Muslim].
Inilah kematian yang kelak akan memotong
angan dan impian kita di dunia dan menggantikannya dengan kehidupan
hakiki yang kekal di akhirat. Semoga kita termasuk dari orang-orang
cerdas yang mempersiapkan segala sesuatunya sebelum kematian menjelang.
Sehingga, ketika kematian menjemput kita -beberapa tahun, bulan, minggu,
hari, atau bahkan beberapa menit yang akan datang- kita telah siap
untuk dimintai pertanggungjawaban atas nikmat hidup yang telah diberikan
kepada kita. Amin ya mujibas sa`ilin. Allahu a’lam bish shawab. (Abdurrahman)
0 komentar:
Posting Komentar