Adalah akhlak yang baik
jika seorang muslim meninggalkan sesuatu yang sia-sia. Karena,
meninggalkan kesia-siaan merupakan tanda dari kebijaksanaan seseorang.
Allah l
pun telah menyebutkan bahwa salah satu ciri kaum mukminin adalah berpaling dari sesuatu yang sia-sia. Allah berfirman dalam Surat Al-Mu`minun (yang artinya), “Telah beruntung orang-orang yang beriman.” [Q.S. Al-Mu`minun:1] dan menyebutkan salah satu ciri mereka, “Dan dari kesia-siaan mereka berpaling.” [Q.S. Mu`minun:3]. Inilah kesempurnaan seorang hamba. Dia tidak akan melakukan sesuatu yang sia-sia.
pun telah menyebutkan bahwa salah satu ciri kaum mukminin adalah berpaling dari sesuatu yang sia-sia. Allah berfirman dalam Surat Al-Mu`minun (yang artinya), “Telah beruntung orang-orang yang beriman.” [Q.S. Al-Mu`minun:1] dan menyebutkan salah satu ciri mereka, “Dan dari kesia-siaan mereka berpaling.” [Q.S. Mu`minun:3]. Inilah kesempurnaan seorang hamba. Dia tidak akan melakukan sesuatu yang sia-sia.
Jika hal ini merupakan kesempurnaan bagi hamba, maka Rabbul ‘alamin
yang telah menciptakan mereka lebih berhak menyandangnya. Allah l tidak
akan melakukan sesuatu yang sia-sia. Segala apa yang Dia lakukan
pastilah mengandung hikmah yang besar dan tujuan yang agung. Dan
demikianlah yang akan kita dapatkan jika kita melihat dan berfikir
terhadap alam semesta yang sungguh agung ini serta dibarengi banyak
dzikir kepada Allah k. Kita akan melihat bahwa segala sinergisme alam
semesta dalam keteraturannya merupakan tanda yang jelas bahwa Allah
adalah Dzat Yang Maha Mampu, Maha Bijaksana, dan Maha Mengetahui. Saat
kita melihat langit yang tanpa penyangga dan bumi yang terhampar, serta
kita rasakan malam yang demikian tenangnya dan siang untuk kita
beraktivitas, kita akan melihat betapa agungnya ciptaan ini.
“Sesungguhnya dalam penciptaan
langit-langit dan bumi serta pergantian siang dan malam terdapat tanda
bagi orang-orang yang pandai. Orang-orang yang berdzikir kepada Allah
dengan berdiri, duduk, dan di atas lambungnya serta mereka ber-tafakkur
terhadap penciptaan langit-langit dan bumi, (mereka mengatakan), ‘Wahai
Rabb kami, Engkau tidak menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci
Engkau, maka jagalah kami dari api neraka.’” [Q.S. Ali ‘Imran:190-191].
Ya, tiada satu pun dari ciptaan Allah
yang sia-sia tanpa hikmah. Pastilah, di dalam ciptaan Allah terkandung
kebijaksanaan yang luas dan agung, baik disadari oleh manusia atau
tidak. Begitu pula penciptaan manusia. Allah tidak menciptakan mereka
semata-mata untuk bersenang-senang, makan, minum, tanpa ada tujuan yang
jelas. Tidakkah kita telaah pengingkaran Allah di dalam suratAl-Qiyamah
yang artinya, “Apakah manusia mengira mereka ditinggalkan begitu saja (tanpa tujuan dan arahan)?” [Q.S. Al-Qiyamah:36]. Di dalam ayat ini, Allah l bertanya kepada manusia dalam rangka mengingkari orang-orang yang berpikir demikian.
Demikian pula limpahan nikmat yang Allah
curahkan kepada kita, bahkan manusia tidak akan bisa lepas dari
rahmat-Nya walaupun sekejap. Ia lah Allah semata yang mencipta,
menghidupkan, mematikan, memberi rezeki, membimbing, mengatur, dan yang
lainnya. Fasilitas lengkap di sekitar kita yang telah Allah persiapkan
untuk kesinambungan dan kelancaran hidup semua tentu untuk sebuah
hikmah.
Lalu, apakah hikmah Allah menciptakan manusia? Allah telah menuangkannya di dalam Kalam-Nya:
. Inilah hikmah penciptaan manusia, untuk beribadah kepada Allah l. Dalam ayat lain, Allah menyebutkan hikmah ini setelah penyebutan sebagian nikmat-Nya. Yang berarti, nikmat-nikmat itu memiliki konsekuensi, yakni mengibadahi-Nya. Allah l berfirman yang artinya, “Wahai sekalian manusia, beribadahlah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untuk kalian, karena itu janganlah kalian Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah Padahal kalian mengetahui.” [Q.S. Al Baqarah:21,22].
Lantas, apakah ibadah itu? Ibadah bukan
hanya terbatas pada shalat, puasa, dan haji. Ibadah, sebagaimana
didefinisikan oleh Syaikhul Islam Taqiyyuddin Ahmad bin Abdul Halim
Al-Harrani v, “Ibadah adalah
sebuah kata yang mencakup semua hal yang
dicintai dan diridhai Allah, mulai dari ucapan hingga perbuatan, baik
yang lahiriah ataupun batiniah.” Inilah definisi ibadah. Jadi,
memuliakan tamu merupakan ibadah, menolong tetangga adalah ibadah,
mengucapkan ucapan yang baik pun merupakan ibadah karena Allah
mmencintai itu semua, sebagaimana telah Rasul-Nya sampaikan dalam banyak
hadits. Namun, tentu saja semua ini harus didasari niat ibadah kepada
Allah, bukan untuk niatan dunia.
Inilah tujuan Allah menciptakan jin dan
manusia. Maka, sebagai seorang muslim sejati, hendaknya kita jadikan
tujuan ini sebagai tujuan utama hidup kita, bukan sebagai tugas
sampingan yang hanya dilakukan sekedar sebagai pengesah saja.
Sebaliknya, kita jadikan yang selain ini sebagai pelengkap dan
penyempurna ibadah kita kepada Allah. Karena, inilah kelak yang akan
menjadi penentu hidup kita yang kekal, hidup di akhirat kelak, hidup
yang tak berarti lagi harta dan keturunan, kecuali yang datang kepada
Allah dengan hati yang disinari cahaya keimanan dan amalan. Allahu a’lam bish shawab. (Abdurrahman)
0 komentar:
Posting Komentar